Header Ads

Cara Membuat Nata Dari Limbah Cair Industri Tahu Dan Tempe

 

 


Jual Bibit Nata De Coco, Ragi Oncom, Ragi Kecap, Ragi Tempe

087731375234


Industri tahu dan tempe adalah salah satu bisnis UKM yang banyak dilakukan di Indonesia. Bisnis Tahu dan tempe merupakan bisnis berbahan baku kedelai yang membutuhkan modal relatif kecil sedang keuntungan bisa berlipat. Permintaan yang cukup tinggi dan ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah harga terjangkau menjadikan bisnis ini sangat cocok bagi wirausahawan UKM untuk memulai bisnis. Selain itu cara membuat tahu dan tempe cukup mudah alat-alat yang dibutuhkan juga relatif sederhana.  

Namun, limbah industri tahu dan tempe secara umum tidak ditangani secara baik sehingga seringkali menyebabkan pencemaran lingkungan. Industri tahu menghasilkan limbah padat berupa ampas tahu dan limbah cair (way tahu). Sedangkan industri tempe menghasilkan limbah cair dan limbah kulit kedelai. Ampas tahu umumnya bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi atau kambing, sedangkan limbah cairnya hanya dibuang ke sungai. Pada industri tempe, kulit kedelainya dijadikan pakan ternak dan limbah cairnya umumnya juga dibuang ke sungai atau areal permukiman sehingga mencemari lingkungan dan mengganggu penduduk setempat.

Berdasarkan penelitian ternyata limbah cair yang berasal dari proses perebusan dan perendaman kedelai industri tahu dan tempe, mempunyai nilai suhu, TDS, TSS, BOD, COD, serta amoniak bebas yang melebihi standar baku mutu limbah cair sehingga dapat mencemari lingkungan. Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan kedelai seringkali masih dibuang langsung pada perairan di sekitarnya. Jika limbah tersebut langsung dibuang ke perairan maka dalam waktu yang relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak, ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik. Adanya proses pembusukan akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang. Ketidakseimbangan lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologis dari perairan yang setiap hari menerima beban limbah dari proses produksi tempe mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme di perairan tersebut.

Suhu limbah cair yang berasal dari rebusan kedelai mencapai 75˚ C. Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yang tinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme air. Suhu yang optimum untuk kehidupan dalam air adalah 25 - 30˚ C. Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan maupun tanaman air karena kadar oksigen terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Tumbuhan air akan terhenti pertumbuhannya pada suhu air di bawah 10˚ C atau di atas 40˚ C. Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan laju pernapasan makhluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan laju pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut dalam air. Laju penurunan oksigen terlarut (DO) yang disebabkan oleh limbah organik akan lebih cepat karena laju peningkatan pernapasan makhluk hidup yang lebih tinggi (Connel dan Miller, 1995).

Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke perairan akan mengubah pH air dan dapat mengganggu kehidupan organisme air. Derajat keasaman (pH) air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan berkisar antara 6,5 - 7,5. Limbah dari proses pembuatan tempe ini termasuk dalam limbah yang biodegradable yaitu merupakan limbah atau bahan buangan yang dapat dihancurkan oleh mikroorganisme. Senyawa organik yang terkandung di dalamnya akan dihancurkan oleh bakteri meskipun prosesnya lambat dan sering dibarengi dengan keluarnya bau busuk. Konsentrasi amoniak sebesar 0,037 mg/liter sudah dapat menimbulkan bau amoniak yang menyengat. Pengaruhnya akan berbahaya pada ikan, zooplankton, maupun makhluk hidup yang lain disebabkan terjadinya penyumbatan insang oleh partikel-partikel yang menyebabkan afiksasi.

Jika nilai Biological Oxygen Demand (BOD atau kebutuhan oksigen biologis) dari limbah cair sangat tinggi, menyebabkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam perairan untuk mendegradasi limbah tersebut sangat besar. Bahan organik akan diuraikan oleh mikroorganisme menjadi gas CO2, H2O, dan gas NH3. Gas NH3 inilah yang menimbulkan bau busuk. Demikian juga dengan angka Chemical Oxigen Demand (COD atau kebutuhan oksigen kimiawi) yang sangat tinggi sehingga akan membutuhkan oksigen yang sangat besar agar limbah cair tersebut dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah organik akan dioksidasi oleh Kalium bikromat (K2Cr2O7) menjadi gas CO2 dan H2O serta ion Chrom.

     Air Limbah industri tahu dan tempe bisa diolah menjadi nata de soya. Limbah cair produk olahan kedelai difermentasi dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum sehingga dihasilkan produk nata de soya. Pemanfaatan air limbah industri tahu-tempe sebagai produk pangan memberikan manfaat yang besar bagi pengusaha industri tahu-tempe, baik nilai ekonomis maupun manfaat dalam upaya penanganan limbah. Pengolahan limbah cair tahu-tempe menjadi nata de soya merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pencemaran. Oleh karena itu, pengembangan usaha nata de soya perlu digalakan guna mengatasi pencemaran lingkungan di wilayah pemukiman sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.

Limbah cair industri tahu dan tempe mengandung protein dan karbohidrat yang cukup tinggi, kandungan protein dan karbohidrat dalam limbah cair tahu dan tempe tersebut dapat menjadi media hidup yang sangat baik bagi bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini mengubah karbohidrat dan protein dalam limbah cair tahu-tempe menjadi serat selulosa dengan tekstur yang kenyal. Limbah air tahu (whey tahu) dan limbah cair tempe selain mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Berdasarkan kandungan unsur kimiawinya.

Limbah cair tahu-tempe menjadi salah satu aliterernatif bahan baku untuk pembuatan produk nata. Nata berbahan baku limbah kedelai memiliki karakteristik produk yang secara kenampakan sedikit kekuningan, cita rasa yang khas kedelai, kenyal namun lebih mudah putus dibandingkan dengan nata de coco lebih ulet, dan kandungan seratnya cukup tinggi.

 



Bibit Nata /Acetobacter xylinum untuk dikembangbiakan menjadi starter yang siap digunakan

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.