Header Ads

Teknik Fermentasi Pakan Alternatif Hewan Ruminansia




Jual Aspergillus niger, Lactobacillus, Saccharomyces
087731375234


Kebutuhan Daging Sapi Kian Meningkat
Daging sapi adalah salah satu komoditas peternakan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Berbagai aneka produk olahan daging sapi sudah tidak asing lagi seperti; bakso, sosis, dendeng, abon, krupuk krecek, beef, dan berbagai aneka kuliner daging menjadi menu favorit banyak kalangan. Permintaan konsumen rumah tangga dan industri berbasis daging sapi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini disebabkan laju pertumbuhan jumlah penduduk, dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Adanya peningkatan permintaan daging sapi tersebut secara kontinue, maka perlu adanya upaya untuk menyeimbangkan antara permintaan dan pasokan. Saat ini, sebagian besar daging sapi untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri masih impor dari negara lain seperti Australia. Kehadiran daging sapi impor juga masih dipertanyakan aspek keamanan dan kehalalannya. Oleh karena itu, kita perlu memikirkan kapan kita mulai bisa berswasembada daging sapi, tidak bergantung kepada bangsa lain.
Rendahnya produksi daging sapi di Indonesia, karena peternakan sapi umumnya masih dilakukan secara ekstensif yaitu dilakukan oleh para petani untuk memanfaatkan limbah pertaniannya sebagai pakan ternak. Umumnya para peternak membudidayakan hewan sapi hanya dalam jumlah sedikit 1-3 ekor, dan umumnya mereka menjual disaat membutuhkan uang, sehingga sapi hanya dianggap sebagai sambilan untuk tabungan. Pola peternakan sapi secara tradisional seperti ini perlu diperbaiki yaitu dengan sistem intensif dimana pakan, kandang, managemen perawatan dilakukan secara baik sehingga produksinya dapat maksimal. Para peternak harus diberi motivasi yang menyemangati dan diberikan pelatihan-pelatihan bagaimana meningkatkan produksi daging sapi maupun sapi bakalan. Untuk memacu produksi daging sapi, maka perlu adanya sinergis antara peternak, pemerintah, pelaku usaha, universitas sebagai lembaga riset dan pengembangan.
Pada tahun 2010, pemerintah melalui program swasembada daging sapi (PSDS), menargetkan bahwa produksi daging sapi sebesar 2,72 kg/kapita/tahun dan produksi daging sebesar 654,4 ribu ton/tahun untuk memenuhi kebutuhan daging bagi populasi penduduk sebanyak 242,4 juta orang. Dan, program swasembada daging sapi tersebut akan berlanjut menjadi PSDS 2014. Program swasembada daging sapi tidak lepas dari ketersedian sapi bakalan dan jumlah pakan yang berkualitas dan mencukupi. Indonesia memiliki jenis sapi bakalan yang cukup layak dikembangkan baik kualitas karkas dan pertumbuhannya seperti sapi Bali, Madura, PO, dan masih banyak beberapa jenis sapi lokal. Beberapa jenis sapi bakalan berasal dari negara lain juga telah banyak dibudidayakan oleh para peternak di Indonesia seperti Simental, Limousin, Brahman, dan lain-lain. Sapi bakalan baik lokal maupun asal negara lain harus ditingkatkan ketersediaanya. Impor sapi bakalan akan lebih menguntung bangsa Indonesia, ketimbang mengimpor dalam bentuk daging. Selain ketersediaan sapi bakalan dalam jumlah yang cukup, pakan sapi yang berkualitas dalam jumlah cukup, sangat penting dan mendukung dalam program intensifikasi budidaya hewan sapi. Diversifikasi dan inovasi pakan ternak sapi perlu dilakukan sehingga efesien dan efektif. Semakin menyempitnya lahan penggembalaan sapi dan meningkatnya harga pakan konsentrat pabrikan, maka perlu upaya mengembangkan pakan alternatif yang melimpah, murah dan berkualitas dengan memanfaatkan sumberdaya lokal.

Aneka Sumber Pakan Alternatif
Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas sangat menentukan kesuksesan budidaya sapi potong. Pakan ternak alternatif dapat dengan memanfaatkan dan mengembangkan limbah hasil pertanian dan perkebunan yang memiliki kandungan nutrisi tinggi antara lain; jerami padi, jerami jagung, limbah sayuran, limbah kelapa sawit, limbah tebu dan limbah kakao. Jagung dan dedak (padi) adalah salah contoh bahan baku yang tersedia cukup memadai tetapi belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Limbah hasil pertanian dan perkebunan cukup tersedia di Indonesia, namun potensinya belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak baru mencapai 30-40% dari potensi yang tersedia saat ini.
Permasalahan yang dihadapi dalam menggunakan pakan limbah pertanian dan perkebunan terdiri dari faktor pengetahuan peternak, kualitas pakan limbah pertanian dan perkebunan dan faktor lingkungan (cemaran). Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan dukungan teknologi dan sosialisasi tentang pemanfaatan limbah hasil pertanian sebagai pakan ternak secara berkesinambungan.
Mutu pakan limbah hasil pertanian dan perkebunan dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan, diantaranya melalui pengolahan (pretreatment) limbah hasil pertanian, suplementasi pakan dan pemilihan limbah pertanian/perkebunan. Pengolahan limbah hasil pertanian dilakukan dengan metoda fisik, kimia, biologis maupun kombinasinya. Bahan suplementasi diantaranya adalah leguminosa, kacang-kacangan maupun sisa pengolahan industri pertanian. Seleksi jenis limbah tanaman perlu pula dilakukan untuk mengurangi efek samping terhadap kesehatan ternak dan keamanan produknya. Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu mutu nutrisi pakan limbah pertanian/perkebunan, kandungan toksin dan/atau antinutrisi di dalam tanaman dan cemaran berbahaya pada tanaman. Limbah hasil pertanian organik merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk mendapatkan pakan limbah karena mampu mengurangi resiko terjadinya residu bahan beracun berbahaya pada produk ternak serta mengurangi ancaman terhadap kesehatan ternak.
Ketersediaan dan kontinyuitas bahan baku pakan ternak sapi sering kali menjadi kendala dalam budidaya sapi. Selain penyebarannya yang tidak merata, pemanfaatan bahan baku pakan ternak masih sangat terbatas. Dalam budidaya sapi, faktor-faktor yang perlu diketahui oleh peternak adalah tentang ketersediaan bahan baku pakan lokal, komposisi kimiawi bahan pakan, pengolahan, penyusunan ransum dan kebutuhan akan dibahas dalam makalah ini.
Beberapa jenis limbah hasil pertanian dan perkebunan cukup tersedia di berbagai daerah Indonesia, namun potensi limbah tersebut untuk digunakan sebagai pakan ternak belum dikembangkan secara optimal. Potensi ketersediaan beberapa limbah pertanian dan perkebunan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak antara lain adalah:

1. Jerami padi
Jerami padi merupakan limbah hasil pertanian yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Ketersediaan jerami padi cukup melimpah di Indonesia. Namun demikian, pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak belum optimal karena rendahnya kandungan protein kasar (3 – 4%) dan tingginya kandungan serat kasar (32 – 40%) sehingga memiliki tingkat kecernaan yang rendah yaitu berkisar antara 35 – 37%. Rendahnya nilai gizi dan daya cerna bahan kering jerami padi maka inovasi teknologi sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi sebagai pakan ternak baik secara kimiawi, fisik dan biologis. Proses fermentasi jerami padi merupakan salah satu pendekatan secara biologis untuk meningkatan kualitas pakan jerami padi. Proses ini menggunakan biostarter untuk mempercepat peningkatan kualitas pakan dan untuk penyimpanan jangka panjang. Bahan biostarter yang umum digunakan adalah mikroorganisme (bakteri asam laktat: Lactobacillus sp.) dan jamur (Aspergillus niger).
Proses fermentasi dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pengeringan dan penyimpanan. Proses fermentasi dapat dipercepat dengan penambahan urea untuk disimpan (dibiarkan) selama 21 hari sebelum digunakan sebagai pakan ternak. Jerami padi yang telah difermentasi memiliki penampilan bewarna coklat dengan tekstur yang lebih lunak. Kandungan nutrisi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa fermentasi serta memiliki nilai gizi yang sebanding dengan rumput gajah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa bahwa kandungan protein kasar pada jerami padi fermentasi meningkat dari 5,36% menjadi 6,78%. Kandungan protein tersebut ternyata cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi potong. Untuk memperbaiki daya cerna pakan, energi metabolik dan daya cerna, maka pakan jerami padi fermentasi dapat ditambahkan beberapa bahan kimia seperti urea. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa proses fermentasi dapat menurunkan kandungan residu pestisida golongan organokhlorin (OC) maupun organofosfat (OP), yang mana keberadaan residu pestisida dalam pakan dapat membahayakan kesehatan ternak dan produk ternak yang dihasilkan.

2. Limbah kelapa sawit
Indonesia memiliki lahan kelapa sawit yang cukup luas tersebar di Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, dll. Bagian-bagian tanaman dari kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak terdiri dari daun, pelepah, lumpur, bungkil, dan bungkil inti sawit. Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah bungkil sawit. Bungkil sawit sangat potensial dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi karena kandungan nutrisinya masih cukup baik. Pada umumnya produk samping yang diperoleh dari industri kelapa sawit dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) berasal dari kebun kelapa sawit (diantaranya pelepah dan daun) dan (2) dari pabrik pengolahan buah kelapa sawit (seperti bungkil dan lumpur). Limbah hasil pengolahan kelapa sawit juga mengandung serat kasar yang tinggi, namun kandungan protein kasar lumpur sawit dan bungkil kelapa sawit secara berurutan yaitu 14,58 % BK dan 16,33 % BK, sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan bakan ternak ruminansia.

3. Daun dan pelepah kelapa sawit
Daun dan pelepah kelapa sawit merupakan salah satu bahan pakan ternak yang memiliki potensi yang cukup tinggi, akan tetapi kedu abahan pakan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternakan sapi. Produksi daun/pelepah dapat mencapai 10,5 ton pelepah kering/ha/tahun. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kandungan protein kasar pada kedua bahan pakan tersebut masing-masingnya mencapai 15% BK (daun) dan 2 – 4% BK (pelepah). Campuran kedua bahan pakan tersebut dapat meningkatkan kandungan protein menjadi 4,8%. Kedua bahan pakan tersebut mengandung lignin yang sangat tinggi dibandingkan dengan jerami padi yang hanya mengandung 13% BK. Tingginya kadar lignin di dalam pakan akan mengakibatkan rendahnya palatibilitas, nilai gizi dan daya cerna terhadap pakan. Nilai nutrisi pelepah sawit dapat ditingkatkan melalui amoniasi, penambahan molases, perlakuan alkali, pembuatan silase/pelet, perlakuan dengan tekanan uap yang tinggi dan secara enzimatis.

4. Lumpur sawit dan bungkil inti sawit
Lumpur sawit dan bungkil inti sawit adalah hasil ikutan dari pengolahan minyak kelapa sawit. Dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit dapat diperoleh rendemen sebesar 4 – 6% lumpur sawit dan 45% bungkil inti sawit dari tandan buah segar. Setiap hektar tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan 840 – 1246 kg lumpur sawit dan 567 kg bungkil inti sawit. Bungkil inti sawit telah lama dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk ruminansia dan babi yang sedang dalam masa pertumbuhan Sebaliknya lumpur sawit belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dan bungkil inti sawit dapat sebagai campuran konsentrat pakan 30-70 %, dan campuran dengan bungkil inti sawit (70%) sebagai pakan suplemen dan dapat memerikan pertambahan berat badan kambing jantan sekitar 54 – 62 g/ekor/hari dengan konversi pakan sebesar 8,1 – 9,4. Kandungan energi yang rendah dan kadar abu yang tinggi menyebabkan lumpur sawit tidak dapat digunakan secara tunggal tetapi harus dicampur dengan pakan lain. Untuk mengoptimalkan penggunan limbah pengolahan kelapa sawit yang berupa lumpur sawit dan bungkil inti sawit perlu memanfaatkan teknologi fermentasi dengan penambahan biostarter seperti Aspergillus niger.

5. Jerami jagung
Limbah jagung merupakan salah satu sumber pakan alternative yang potensial yang banyak dijumpai di Indonesia. Limbah jagung yang dimanfaatkan sebagai bahan pakan atau pakan ternak masih belum optimal berkisar 50% dari total limbah yang dihasilkan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa limbah tanaman jagung belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan ternak, karena kualitas yang rendah dan mengandung serat kasar yang tinggi (27,8%). Untuk meningkatkan kualitas bahan pakan jerami jagung, dapat dilakukan dengan fermentasi dengaAspergillus niger atau bakteri asam laktat (Lactobacillus sp).

6. Limbah tebu
Limbah utama dari tanaman tebu yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah pucuk tebu/daun, molases, ampas tebu dan empulur (pith). Dari total produksi tebu dapat dihasil limbah tanaman tebu sebanyak 1,8 juta ton/tahun. Namun limbah tanaman tebu belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Pucuk tebu merupakan limbah tanaman yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak. Pemberian pucuk tebu pada sapi perah dan sapi potong dapat meningkatkan pertambahan produksi susu sebesar 2 kg susu per hari pada sapi perah dan berat badan sebesar 0,25 kg/hari pada sapi potong.
Bagas adalah limbah hasil penggilingan tebu atau hasil ekstraksi sirup tebu. Limbah ini umumnya digunakan sebagai bahan bakar dalam industri gula. Namun, bagas merupakan pakan limbah yang berkualitas rendah karena mengandung kadar ligno-selulosa yang tinggi. Intake bagas dapat ditingkatkan bila dicampur dengan 55% molases dalam ransumnya. Karena bagas merupakan bahan pembawa yang baik untuk molases, maka ransum ini akan sangat bermanfaat bila diberikan kepada ternak pada level optimum sekitar 20–30% konsentrasi ransum.
Molases adalah tetes tebu yang umumnya digunakan sebagai sumber energi dan untuk meningkatkan palatibilitas pakan basal, meningkatkan kandungan mineral Ca, P dan S, atau sebagai perekat dalam pembuatan pelet. Molases dapat memberikan hingga 80% energy metabolisibel untuk sapi potong dan pertambahan berat badan harian antara 0,7– 0,9/kg/hari pada saat persediaan rumput terbatas.

7. Limbah tanaman kakao
Kulit buah (pod) cokelat merupakan limbah utama dari tanaman coklat yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dapat mencapai 75 % dari total biji kakao. Kulit buah coklat mengandung kadar protein kasar (6 – 12%) sedikit lebih tinggi dari jerami padi, tetapi hampir setara dengan Kandungan serat kasar dalam kulit buah coklat memiliki kadar selulosa (27– 31%) dan hemiselulosa (10–13%) yang lebih rendah daripada jerami padi. Sementara itu, kadar lignin berkisar antara 12 – 19% lebih tinggi 2 – 3 kalinya dibandingkan dengan jerami padi (6%). Secara umum tingkat kecernaan kulit buah cokelat lebih rendah dibandingkan dengan jerami padi. Meskipun limbah tanaman cokelat lainnya seperti kulit biji dan lumpur kakao mengandung kadar protein kasar dan TDN yang lebih tinggi, namun produk samping tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak karena jumlah yang dihasil sangat rendah sekali.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.